Marzuki Ali Akbar Tandjung


MARZUKI ALI DAN AKBAR TANDJUNG;
Cerita Seminar “Pembangunan Karakter dalam Kemandirian Masa Depan Bangsa”
Magister Ilmu Administrasi Pascasarjana UNDIP
Oleh: Aji Sofanudin

Beberapa hari lalu, bertepatan dengan peringatan hari kartini, 21 April saya kebetulan dapat undangan untuk mengikuti Seminar Pembangunan Karakter dalam Kemandirian Masa Depan Bangsa. Acara tersebut diselenggarakan oleh Magister Ilmu Administrasi, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Sebenarnya tidak ada korelasi acara tersebut dengan aktivitas saya, baik pribadi apalagi urusan kantor. Hanya persoalan pertemanan, yang kebetulan ketua panitianya adalah temen sehingga saya diundang. Saya juga bingung, yang datang ternyata sangat banyak, mahasiswa pascasarjana dari berbagai jurusan, para guru, para pejabat pemda Jateng, dan juga tokoh2 politik di Jateng terutama dari Partai Demokrat dan Partai Golkar. Maklum, karena yang diundang adalah ketua DPR RI yang juga petinggi partai Demokrat, dan mantan ketua DPR yang juga ketua Dewan Penasehat Partai Golkar.
Acara tersebut berlangsung meriah dengan tiga pembicara utama: Dr Marzuki Ali, SE MM (Ketua DPR RI periode sekarang), Dr Ir Akbar Tandjung (Ketua DPR Periode 1999-2004), Dr Endang MS (ketua Prodi Magister Ilmu Administrasi) dengan Keynote speach H Bibit Waluyo (Gubernur Jateng). Tapi karena ada acara yagn lain, Gubernur Jateng tidak bisa hadir dan diwakili oleh Kepala Kesbanglinmaspol Jawa Tengah. Acara tersebut sedianya dibuka oleh Rektor Universitas Diponegoro, namun karena ada acara yang lain, Rektor tidak bisa hadir dan mewakilkan pada Pembantu Rektor I untuk membuka acara tersebut. Setelah acara penyampaian, ada dialog. Banyak sekali yang bertanya, saya sendiri tidak kebagian.
Pada sesi yang pertama, diberi kehormatan untuk ketua Prodi Magister Ilmu Administrasi UNDIP yang kebetulan adalah seorang perempuan. Di hari kartini ini, beliau diberi kesempatan untuk menyampaikan materinya dengan judul Pembangunan Sumberdaya Daya Manusia untuk Meningkatkan Daya Saing. Makalah tersebut cukup menarik, namun sayangnya sangat normatif. Tidak ada data-data kuantitatif yang bisa dijadikan rujukan bagaimana sebenarnya SDM manusia Indonesia dibandingkan dengan SDM negara-negara tetangga. Hemat saya, rendahnya kualitas SDM bangsa Indonesia bisa jadi karena ketidakpercayaan orang Indonesia sendiri terhadap kemampuan bangsa sendiri. Meskipun demikian, kita tidak menutup mata bahwa kemampuan bangsa kita dalam misalnya pengolahan bahan bakar minyak yang siap pakai, pengolahan batu bara, intan, dan sebagianya. Kita masih mengandalkan SDM asing untuk urusan2 tersebut.
Yang menarik adalah paparan Ketua DPR RI, Marzuki Ali. Beliau menyebut bahwa topik yang diajukan sebenarnya kurang jelas. Judulnya “Pembangunan Karakter dalam Kemandirian Masa Depan Bangsa”. Ada dua hal yang dibicarakan di sini yaitu karakter dan Kemandirian Bangsa. Karakter bagaimana yang dimaksudkan di sini. Jika merujuk pada nilai2 agama, sebagai seorang muslim tentu karakter yang dimaksudka adalah karakter Nabi: Siddiq, Amanah, Tabligh, Fathonah. Itulah karakter yang harus dikembangkan.  Atau karakter juga bisa merujuk pada nilai-nilai budaya. Budaya bangsa Indonesia sebenarnya seperti apa? Itu khan belum jelas. Makanya perlu diperjelas melalui berbagai adat istiadat setiap daerah. Inilah barangkali yang perlu dikembangkan.
Balitbang kementerian Pendidikan Nasional sebenarnya telah memparkan 18 Indikator karakter yang perlu dikembangkan di sekolah. Itu yang perlu dikembangkan, di antaranya nilai religius, jujur, disiplin, dan sebagianya. Karakter di sini tentu bukan yang dimaksudkan oleh Koentjoroningrat (2002), bahwa bangsa Indonesia memiliki karakter: (1) meremehkan mutu, (2) suka menerabas, (3) tidak percaya pada diri sendiri, (4) tidak disiplin, (5) Mengabaikan tanggung jawab. Muchtar Lubis (2008) menyebut bangsa Indonesia mengidap penyakit: munafiq (hipokrit), tidak bertanggung jawab, berjiwa feodal, mistis dan sangat percaya takhayul, seni yang cenderung erots, dan mentalitas yang rendah. Karakter yang dikembangkan tentu adalah karakter yang bersumber dari nilai2 agama dan atau nilai2 budaya. Di dalam seminar di sini tidak dijelaskan itu, sheingga menjadi melebar pembicaraannya.
Demikian juga kemandirian perlu diperjelas, kemandirian dalam apa. Dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan sebagainya. Tentu kemandirian saja tidak cukup. Kemandirian itu harus ditambah: kemandirian yang bermartabat. Oleh karena itu, menurut saya pendidikan itu yang penting dalam setiap anak didik harus ditanamkan apa memberikan manfaat yang sebesarnya2. Bukankah ada hadits nabi, khoirun nas anfauhum linnas, sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk manusia yang lain.
Sesi kedua, Akbar Tandjung menyampaikan bahwa bangsa Indonesia tidak mungkin menyendiri dalam kesendirian dan menjalin hubungan dengan bangsa2 lain. Kita tidak bisa menutup diri, apalagi di zaman global seperti ini kita harus membuka diri untuk bekerja sama dengan bangsa2 lain. Oleh karena peningkatan SDM itu mutlak diperlukan, karena kalau tidak nanti kita akan kalah bersaing dengan bangsa2 yang lain. Tenaga2 dokter dari luar negeri akan membuka prakte di Indonesia, jika kita tidak siap bakalan kalah bersaing.
Demikian juga, Akbar Tandjung mengingatkan ideologi Pancasila sebagai pengikat bangsa. Itulah karakter yang harus dikembangkan. Bung Karno sudah meningatkan kita. Demikian juga para founding father yang lain. Itulah yang menjadi rujukan kita dalam membangun masa depan bangsa yang lebih baik.
Walhasil, acara tersebut berakhir pukul 12.00 WIB yang dilanjutkan acara foto bersama keluarga besar Pascasarjana UNDIP dengan para pembicara. Ternyata, para petinggi kita itu ibarat selebritis yang kerap dimintai berfoto2 ria. Setelah itu, para wartawan langsung memburu Marzuki Ali dan Akbar untuk diwawancarai. Entah apa yang diwawancarai, karena setelah itu saya pulang dan meninggalkan tempat seminar, yang kemudian saya lanjutkan sholat. Kebetulan saya pengin sholat Dhuhur di Masjid Nusrat Jahan, masjid milik Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang berada tidak jauh dari Kompleks UNDIP. Saya sholat di sana bukan berarti saya setuju dengan ajaran-ajaran Ahmadiyah, sekedar silaturohim saja. Di sana malah saya dikasih buku2 ttg Ahmadiyah. Setelah itu saya pergi ke Gramedia membeli buku Blog For Fun dan beberapa buku yang lain.
Wallahu’alam


0 Response to "Marzuki Ali Akbar Tandjung"

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme | Blogger Templates | Best Credit Cards