Marzuki Ali Akbar Tandjung
01.39
ISLAMIC RESEARCH
, Posted in
Artikel
,
0 Comments
MARZUKI
ALI DAN AKBAR TANDJUNG;
Cerita Seminar “Pembangunan
Karakter dalam Kemandirian Masa Depan Bangsa”
Magister Ilmu Administrasi
Pascasarjana UNDIP
Oleh:
Aji Sofanudin
Beberapa hari lalu,
bertepatan dengan peringatan hari kartini, 21 April saya kebetulan dapat
undangan untuk mengikuti Seminar Pembangunan Karakter dalam Kemandirian Masa
Depan Bangsa. Acara tersebut diselenggarakan oleh Magister Ilmu Administrasi, Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro. Sebenarnya tidak ada korelasi acara tersebut
dengan aktivitas saya, baik pribadi apalagi urusan kantor. Hanya persoalan
pertemanan, yang kebetulan ketua panitianya adalah temen sehingga saya
diundang. Saya juga bingung, yang datang ternyata sangat banyak, mahasiswa
pascasarjana dari berbagai jurusan, para guru, para pejabat pemda Jateng, dan
juga tokoh2 politik di Jateng terutama dari Partai Demokrat dan Partai Golkar.
Maklum, karena yang diundang adalah ketua DPR RI yang juga petinggi partai
Demokrat, dan mantan ketua DPR yang juga ketua Dewan Penasehat Partai Golkar.
Acara tersebut
berlangsung meriah dengan tiga pembicara utama: Dr Marzuki Ali, SE MM (Ketua
DPR RI periode sekarang), Dr Ir Akbar Tandjung (Ketua DPR Periode 1999-2004),
Dr Endang MS (ketua Prodi Magister Ilmu Administrasi) dengan Keynote speach H
Bibit Waluyo (Gubernur Jateng). Tapi karena ada acara yagn lain, Gubernur
Jateng tidak bisa hadir dan diwakili oleh Kepala Kesbanglinmaspol Jawa Tengah.
Acara tersebut sedianya dibuka oleh Rektor Universitas Diponegoro, namun karena
ada acara yang lain, Rektor tidak bisa hadir dan mewakilkan pada Pembantu
Rektor I untuk membuka acara tersebut. Setelah acara penyampaian, ada dialog.
Banyak sekali yang bertanya, saya sendiri tidak kebagian.
Pada sesi yang pertama,
diberi kehormatan untuk ketua Prodi Magister Ilmu Administrasi UNDIP yang
kebetulan adalah seorang perempuan. Di hari kartini ini, beliau diberi
kesempatan untuk menyampaikan materinya dengan judul Pembangunan Sumberdaya Daya Manusia untuk Meningkatkan Daya Saing. Makalah
tersebut cukup menarik, namun sayangnya sangat normatif. Tidak ada data-data
kuantitatif yang bisa dijadikan rujukan bagaimana sebenarnya SDM manusia
Indonesia dibandingkan dengan SDM negara-negara tetangga. Hemat saya, rendahnya
kualitas SDM bangsa Indonesia bisa jadi karena ketidakpercayaan orang Indonesia
sendiri terhadap kemampuan bangsa sendiri. Meskipun demikian, kita tidak
menutup mata bahwa kemampuan bangsa kita dalam misalnya pengolahan bahan bakar
minyak yang siap pakai, pengolahan batu bara, intan, dan sebagianya. Kita masih
mengandalkan SDM asing untuk urusan2 tersebut.
Yang menarik adalah
paparan Ketua DPR RI, Marzuki Ali. Beliau menyebut bahwa topik yang diajukan
sebenarnya kurang jelas. Judulnya “Pembangunan Karakter dalam Kemandirian Masa
Depan Bangsa”. Ada dua hal yang dibicarakan di sini yaitu karakter dan Kemandirian
Bangsa. Karakter bagaimana yang dimaksudkan di sini. Jika merujuk pada
nilai2 agama, sebagai seorang muslim tentu karakter yang dimaksudka adalah
karakter Nabi: Siddiq, Amanah, Tabligh, Fathonah. Itulah karakter yang harus
dikembangkan. Atau karakter juga bisa merujuk pada
nilai-nilai budaya. Budaya bangsa Indonesia sebenarnya seperti apa? Itu khan
belum jelas. Makanya perlu diperjelas melalui berbagai adat istiadat setiap
daerah. Inilah barangkali yang perlu dikembangkan.
Balitbang kementerian
Pendidikan Nasional sebenarnya telah memparkan 18 Indikator karakter yang perlu
dikembangkan di sekolah. Itu yang perlu dikembangkan, di antaranya nilai
religius, jujur, disiplin, dan sebagianya. Karakter di sini tentu bukan yang
dimaksudkan oleh Koentjoroningrat (2002), bahwa bangsa Indonesia memiliki
karakter: (1) meremehkan mutu, (2) suka menerabas, (3) tidak percaya pada diri
sendiri, (4) tidak disiplin, (5) Mengabaikan tanggung jawab. Muchtar Lubis
(2008) menyebut bangsa Indonesia mengidap penyakit: munafiq (hipokrit), tidak
bertanggung jawab, berjiwa feodal, mistis dan sangat percaya takhayul, seni
yang cenderung erots, dan mentalitas yang rendah. Karakter yang dikembangkan
tentu adalah karakter yang bersumber dari nilai2 agama dan atau nilai2 budaya.
Di dalam seminar di sini tidak dijelaskan itu, sheingga menjadi melebar
pembicaraannya.
Demikian juga
kemandirian perlu diperjelas, kemandirian dalam apa. Dalam bidang politik,
ekonomi, sosial, dan sebagainya. Tentu kemandirian saja tidak cukup.
Kemandirian itu harus ditambah: kemandirian yang bermartabat. Oleh karena itu,
menurut saya pendidikan itu yang penting dalam setiap anak didik harus
ditanamkan apa memberikan manfaat yang sebesarnya2. Bukankah ada hadits nabi,
khoirun nas anfauhum linnas, sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat
untuk manusia yang lain.
Sesi kedua, Akbar
Tandjung menyampaikan bahwa bangsa Indonesia tidak mungkin menyendiri dalam
kesendirian dan menjalin hubungan dengan bangsa2 lain. Kita tidak bisa menutup
diri, apalagi di zaman global seperti ini kita harus membuka diri untuk bekerja
sama dengan bangsa2 lain. Oleh karena peningkatan SDM itu mutlak diperlukan,
karena kalau tidak nanti kita akan kalah bersaing dengan bangsa2 yang lain.
Tenaga2 dokter dari luar negeri akan membuka prakte di Indonesia, jika kita tidak
siap bakalan kalah bersaing.
Demikian juga, Akbar
Tandjung mengingatkan ideologi Pancasila sebagai pengikat bangsa. Itulah
karakter yang harus dikembangkan. Bung Karno sudah meningatkan kita. Demikian
juga para founding father yang lain. Itulah yang menjadi rujukan kita dalam
membangun masa depan bangsa yang lebih baik.
Walhasil, acara
tersebut berakhir pukul 12.00 WIB yang dilanjutkan acara foto bersama keluarga
besar Pascasarjana UNDIP dengan para pembicara. Ternyata, para petinggi kita
itu ibarat selebritis yang kerap dimintai berfoto2 ria. Setelah itu, para
wartawan langsung memburu Marzuki Ali dan Akbar untuk diwawancarai. Entah apa
yang diwawancarai, karena setelah itu saya pulang dan meninggalkan tempat
seminar, yang kemudian saya lanjutkan sholat. Kebetulan saya pengin sholat
Dhuhur di Masjid Nusrat Jahan, masjid milik Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang berada
tidak jauh dari Kompleks UNDIP. Saya sholat di sana bukan berarti saya setuju
dengan ajaran-ajaran Ahmadiyah, sekedar silaturohim saja. Di sana malah saya
dikasih buku2 ttg Ahmadiyah. Setelah itu saya pergi ke Gramedia membeli buku Blog
For Fun dan beberapa buku yang lain.
Wallahu’alam
0 Response to "Marzuki Ali Akbar Tandjung"
Posting Komentar