Metode Belajar Pesantren Salaf


Metodologi Pembelajaran di Pesantren Salaf


Istilah metodologi seringkali disama-artikan dengan metode. Metodologi merupakan gabungan kata dari metode dan logos yang secara mudah berarti ilmu tentang metode-metode. Metodologi pembelajaran membahas bermacam-macam metode dalam pembelajaran.
Metodologi pembelajaran merupakan ilmu yang mempelajari metode-metode pembelajaran, ilmu tentang cara-cara melakukan pembelajaran. Sedangkan metode pembelajaran sendiri merupakan prosedur atau bentuk kegiatan dalam melakukan proses belajar mengajar (PBM).
Dalam hal ini, metodologi pembelajaran pada Pesantren Salaf meliputi (1) Sorogan, (2) Wetonan atau bandungan, (3) Halaqoh, (4) Hafalan atau tahfizh, (5) Hiwar atau musyawarah, (6) Bahtsul masa’il (Mudzakaroh), (7) Fathul Kutub, (8) Muqoronah dan (9) Muhawarah / Muhadatsah
Metode-metode pembelajaran tersebut tentunya belum mawakili keseluruhan dari metode-metode pembelajaran yang ada di pondok pesantren, tetapi setidaknya paling banyak diterapkan pada lembaga pendidikan tersebut. Berikut ini adalah gambaran singkat bagaimana bagaimana penerapan matode tersebut dalam sistem pembelajaran santri.

1.    Sorogan
Sorogan, berasal dari kata sorog (bahasa Jawa) yang berarti menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan kitabnya dihadapan kyai atau pembantunya –asisten kyai. Sistem sorogan ini termasuk belajar secara individual, dimana seorang santri berhadapan seorang guru, dan terjadi interaksi saling mengenal diantara keduanya. Sistem sorogan ini terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama bagi seorang murid yang bercita-cita sebagai orang alim. Sistem ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang murid dalam menguasai bahasa Arab.
Dalam metode sorogan, murid membaca kitab kuning dan memberi makna, sementara guru mendengarkan sambil memberi catatan,komentar, atau bimbingan bila diperlukan. Akan tetapi dalam metode ini, dialog antara guru dengan murid belum atau tidak terjadi. Metode ini tepat bila diberikan kepada murid-murid seusia tingkat dasar (Ibtidaiyah) dan tingkat menengah (tsanawiyah) yang segala sesuatunya perlu diberi atau dibekali.

2.    Wetonan atau bandungan
Weton/bandungan, istilah weton ini berasal dari kata wektu (bhs.Jawa) yang berarti waktu, sebab pengajian tersebut diberikan pada waktu-waktu tertentu, sebelum dan atau sesudah melakukan shalat fardhu. Metode weton ini merupakan metode kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah, santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya.
Dan metode bandungan ini cara penyampainnya dimana seorang guru, kyai, atau ustadz membacakan serta menjelaskan isi kandungan kitab kuning, sementara santri, murid, atau siswa mendengarkan, memberi makna,dan menerima. Jadi guru berperan aktif sementara murid bersifat pasif. Dan metode bandungan ini dapat bermanfaat ketika jumlah muridnya cukup besar dan waktu yang tersedia relatif sedikit, sementara materi yang harus disampaikan cukup banyak.

3.    Halaqoh
Metode Halaqoh, dikenal juga dengan istilah munazaharah sistem ini merupakan kelompok kelas dari sistem bandungan. Halaqoh yang berarti bahasanya lingkaran murid, atau sekelompok siswa yang belajar dibawah bimbingan seorang guru atau belajar bersama dalam satu tempat. Sistem ini merupakan diskusi untuk memahami isi kitab, bukan untuk mempertanyakan kemungkinan benar salahnya apa-apa yang diajarkanoleh kitab, tetapi untuk memahami apa maksud yang diajarkan oleh kitab.
Bila dipandang dari sudut pengembangan intelektual, metode ini bermanfaat bagi santri yang cerdas, rajin dan mampu serta bersedia mengorbankan waktu yang besar untuk studi ini. Metode ini dimaksudkan sebagai penyajian bahan pelajaran dengan cara murid atau santri membahasnya bersama-sama melalui tukar pendapat tentang suatu topik atau masalah tertentu yang ada dalam kitab kuning, sedangkan guru bertindak sebagai “moderator”. Metode berdiskusi bertujuan agar murid atau santri aktif dalam belajar, sehingga akan tumbuh dan berkembang pemikiranpemikiran kritis, analitis, dan logis.

4.    Hafalan atau tahfizh
Hafalan, metode yang diterapkan di pesantren-pesantren, umumnya dipakai untuk menghafalkan kitab-kitab tertentu, semisal Alfiyah ibnu Malik atau juga sering juga dipakai untuk menghafalkan Al-Qur’an, baik surat-surat pendek maupun secara keseluruhan. Metode ini cukup relevan untuk diberikan kepada murid-murid usia anak-anak, tingkat dasar,dan tingkat menengah. Pada usia diatas itu, metode hafalan sebaiknya dikurangi sedikit demi sedikit, dan lebih tepat digunakan untuk rumus-rumus dan kaidah-kaidah.
Dalam metode hafalan para santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan tertentu dalam jangka aktu tertentu. Hafalan yang dimiliki santri ini kemudian di “setorkan” dihadapan kyai atau ustadznya secara priodik atau insidental tergantung kepada petunjuk sebelumnya. Dengan demikian, titik tekan pada pembelajaran ini adalah santri mampu mengucapkan atau melafalkan sekumpulan materi pembelajaran secara lancer dengan tanpa melihat atau membaca teks.

5.    Hiwar atau musyawarah
Metode hiwar atau musyawarah, hampir sama dengan metode diskusi yang umum kita kenal selama ini. Bedanya metode hiwar ini dilaksanakan dalam rang pendalaman atau pengayaan materi yang sudah ada di santri. Yang menjadi ciri khas dari hiwar ini, santri dan guru biasanya terlibat dalam sebuah forum perdebatan untuk memecahkan masalah yang ada dalam kitab-kitab yang sedang di santri.

6.    Bahtsul Masa’l (Mudzakaroh)
Metode Mudakarah atau dalam istilah lain bahtsul masa’il merupakan pertemuan ilmiah, yang membahas masalah diniyah, seperti ibadah, aqidah dan masalah agama pada umumnya. Metode ini tidak jauh beda dengan metode musyawarah. Hanya saja bedanya, pada metode mudzakarah persyaratannya adalah para kyai atau para santri tingkat tinggi.

7.    Fathul Kutub
Metode Fathul Kutub biasanya dilaksanakan untuk santri-santri yang sudah senior yang akan menyelesaikan pendidikan di Pondok Pesantren. Dan ini merupakan latihan membaca kitab (terutama kitab klasik), sebagai wahana menguji kemampuan mereka setelah mensantri.

8.    Mukoronah
Metode mokoronah adalah sebuah metode yang terfokus pada kegiatan perbandingan, baik perbandingan materi, paham, metode maupun perbandingan kitab. Metode ini akhirnya berkembang pada perbandingan ajaran-ajaran agama. Untuk perbandingan materi keagamaan yang biasanya berkembang di bangku Perguruan Tinggi Pondok Pesantren (Ma’had Ali) dikenal istilah Muqoronatul Adyan. Sedangkan perbandingan paham atau aliran dikenal dengan istilah Mukoronatul madzahib.(perbandingan mazhab).

9.    Muhawarah atau Muhadatsah
Muhawarah adalah merupakan latihan bercakap-cakap dengan menggunakan bahasa arab. Aktivitas ini biasanya diwajibkan oleh Pondok Pesantren kepada para santrinya selama mereka tinggal di Pondok Pesantren. Percakapan ini baik antra sesama santri atau santri dengan ustadznya, kyainya pada waktu-waktu tertentu. Kepada mereka diberi perbendaharaan kata-kata bahasa Arab atau Inggris untuk dihafalkan sedikit demi sedikit, setelah santri banyak menguasai kosa kata, kepada mereka diwajibkan untuk menggunakan dalam percakapan sehari-hari. Dan banyak juga di Pondok-Pondok Pesantren metode muhawarah ini yang tidak diwajibkan setiap hari, akan tetapi hanya satu kali atau dua kali dalam satu minggu atau dalam waktu-waktu tertentu saja.


Aji Sofanudin

0 Response to "Metode Belajar Pesantren Salaf"

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme | Blogger Templates | Best Credit Cards