BBM dan Public Trust
02.15
ISLAMIC RESEARCH
, Posted in
Artikel
,
0 Comments
BBM dan Public
Trust
Oleh:Aji Sofanudin
email: ajirakhma@yahoo.com
Perdebatan naik tidaknya harga BBM belum berakhir meskipun DPR telah
melakukan sidang paripurna dan mengesahkan UU APBN Perubahan 2012. Keputusan
sejumlah pihak untuk melakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan
pertarungan lanjutan setelah sebelumnya terjadi perdebatan sengit terjadi di
gedung parlemen. Banyak yang menduga, jika sembilan hakim MK bekerja profesional
tanpa tekanan, kubu koalisi (pemerintah) bakal kehilangan muka karena Pasal 7
ayat 6a akan dibatalkan oleh MK. Bukan bermaksud mendahului Tuhan, kepakaran
dan Pengalaman Yusril Ihza Mahendra sebagai salah satu pihak yang mengajukan
uji material sudah teruji. Beberapa UU yang diajukan Judicial Review oleh
Yusril selalu menang di tingkat MK.
Mafhum, sebagai pakar hukum tata negara Yusril sangat paham terhadap
liku-liku penyusunan sebuah undang-undang. Belum lagi pengalaman dia sebagai Menteri
Kehakiman, Menteri Hukum dan HAM, Sekretaris Kabinet, dan Mensekretaris Negara
yang kenyang dan ngerti njobo-njero
terhadap proses penyusunan rancangan UU. Jika ini benar, pemerintah akan
kehilangan muka. Apalagi secara politik, publik tahu bahwa rancangan ide yang diusung
dalam sidang paripurna berasal dari Partai Golkar bukan dari Partai Demokrat.
Ide dan template Golkar untuk menunda
kenaikan BBM itu disepakati seluruh kubu koalisi minus PKS. Diamnya Deny
Indrayana, pakar hukum yang kerap menjadi ‘mjuru wacana’ pemerintah, bisa
bermakna pembenaran terhadap inkonstitusionalnya Pasal 7 ayat 6a tersebut.
Upaya Judicial Review
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah menyepakati pasal 7 ayat
6 dan 6A Undang-Undang APBN Perubahan 2012 pada Sabtu (31/03) dini hari. Ayat 6
berbunyi “Harga Eceran Bahan Bakar Minyak tetap”. Sedangkan Ayat 6a berbunyi “Dalam hal harga rata-rata minyak Indonesia (Indonesian Crude
Oil Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan
rata-rata sebesar 15 persen dalam enam bulan terakhir dari harga minyak
internasional yang diasumsikan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2012, maka
pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan
kebijakan pendukungnya”
Secara redaksional kedua ayat ini bertentangan, Pasal 7 ayat 6 menyatakan tidak ada kenaikan harga BBM,
sementara pasal 7 ayat 6a, pemerintah diberi kewenangan menyesuaikan harga
apabila rata ICP mencapai 15 % selama 6 bulan waktu berjalan (bisa menaikkan
hrga BBM)..... kan jelas bertentangan; yang satu bilang "tidak", yg
satunya bilang "boleh"..
Banyak kalangan menganggap keputusan itu bertentangan dengan
konstitusi. Pasal itu menabrak Pasal 33 UUD 1945 seperti ditafsirkan oleh
Mahkamah Konstitusi (MK). Selain mengabaikan kedaulatan rakyat, dalam menetapkan
APBN juga mengabaikan asas kepastian hukum dan keadilan. Kepastian yang
dimaksud adalah, pemerintah diberi kewenangan menyesuaikan harga BBM bersubsidi
dengan kebijakan pendukungnya, seperti fluktuasi harga ICP. Ini seperti
menyerahkan harga BBM kepada mekanisme pasar, ini berarti kedaulatan negara
akan berkurang.
Selain menabrak dengan isi Pasal 33 UUD 1945 lainnya, Pasal
ini juga tak sejalan dengan Pasal 28D Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 serta
Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, yang mengatur bahwa setiap ketentuan perundang-undangan
harus memiliki asas yang jelas dan pasti.
Jika benar, pemerintah kalah dalam Uji Formil dan Materiil
dapat dipastikan membatalkan ini. Yang dibatalkan hanya yang terkait dengan ini
pengurangan subsidi BBM atau berpengaruh terhadap seluruh kebijakan UU APBN
Perubahan 2012 yang berarti berlaku APBN Perubahan Tahun 2011
Problem
Utama
Problem utama sejatinya
bukan masalah BBM. Rakyat sekarang tidak bodoh lagi. Rakyat tahu bahwa harga
BBM dunia naik dan itu perlu penyesuaian. Siapa pun presidennya selalu
dihadapkan pada persoalan BBM naik atau penyesuaian harga. Tetapi jika
argumentasi yang dibangun hiperbolik...ABPN akan jebol dan berdarah-darah jika
BBM tidak dinaikkan, toh ternyata tidak terbukti.
Tanpa dinaikkan,
pemerintahan bisa berjalan sebagaimana biasanya. Hanya saja barangkali argmen
yang dibangun cukuplah bahwa target-target pemerintah tidak akan terpenuhi jika
BBM dinaikkan itu justru bisa diterima akal sehat rakyat. Yang lebih parah
sejatinya adalah trust masyarakat
yang rendah terhadap pemerintah. Rakyat kadung mempersepsikan pemerintah
sebagai pihak yang selalu Bohong...sebagaimana plesetan SBY yang “Suka Bohong
Ya...” Belum lagi kasus-kasus yang menjerat partai pemerintah mulai dari
Century, Wisma Atlet, Hambalang, dan sebagainya yang langsung ataupun tidak
mempersepsikan pemerintah sebagai pihak yang tidak layak untuk dipercaya.
Menaikkan BBM adalah
keniscayaan, tapi menaikkan BBM di saat rakyat tidak percaya kepada pemerintah ibarat
menelan buah simalakama. Wallahu’alam.
Semarang, 2 April 2012
Aji
Sofanudin, MSi
Peneliti pada Lembaga Kajian Masalah Umat dan Sosial
(LAKMUS) Semarang. Alumnus Program Magister Studi Islam Pascasarjana UII
Yogyakarta
0 Response to "BBM dan Public Trust"
Posting Komentar