BBM dan Public Trust



BBM dan Public Trust
Oleh:Aji Sofanudin


Perdebatan naik tidaknya harga BBM belum berakhir meskipun DPR telah melakukan sidang paripurna dan mengesahkan UU APBN Perubahan 2012. Keputusan sejumlah pihak untuk melakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan pertarungan lanjutan setelah sebelumnya terjadi perdebatan sengit terjadi di gedung parlemen. Banyak yang menduga, jika sembilan hakim MK bekerja profesional tanpa tekanan, kubu koalisi (pemerintah) bakal kehilangan muka karena Pasal 7 ayat 6a akan dibatalkan oleh MK. Bukan bermaksud mendahului Tuhan, kepakaran dan Pengalaman Yusril Ihza Mahendra sebagai salah satu pihak yang mengajukan uji material sudah teruji. Beberapa UU yang diajukan Judicial Review oleh Yusril selalu menang di tingkat MK.
Mafhum, sebagai pakar hukum tata negara Yusril sangat paham terhadap liku-liku penyusunan sebuah undang-undang. Belum lagi pengalaman dia sebagai Menteri Kehakiman, Menteri Hukum dan HAM, Sekretaris Kabinet, dan Mensekretaris Negara yang kenyang dan ngerti njobo-njero terhadap proses penyusunan rancangan UU. Jika ini benar, pemerintah akan kehilangan muka. Apalagi secara politik, publik tahu bahwa rancangan ide yang diusung dalam sidang paripurna berasal dari Partai Golkar bukan dari Partai Demokrat. Ide dan template Golkar untuk menunda kenaikan BBM itu disepakati seluruh kubu koalisi minus PKS. Diamnya Deny Indrayana, pakar hukum yang kerap menjadi ‘mjuru wacana’ pemerintah, bisa bermakna pembenaran terhadap inkonstitusionalnya Pasal 7 ayat 6a tersebut.

Upaya Judicial Review
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah menyepakati pasal 7 ayat 6 dan 6A Undang-Undang APBN Perubahan 2012 pada Sabtu (31/03) dini hari. Ayat 6 berbunyi “Harga Eceran Bahan Bakar Minyak tetap”. Sedangkan Ayat 6a berbunyi “Dalam hal harga rata-rata minyak Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan rata-rata sebesar 15 persen dalam enam bulan terakhir dari harga minyak internasional yang diasumsikan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2012, maka pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya”
Secara redaksional kedua ayat ini bertentangan, Pasal 7 ayat 6 menyatakan tidak ada kenaikan harga BBM, sementara pasal 7 ayat 6a, pemerintah diberi kewenangan menyesuaikan harga apabila rata ICP mencapai 15 % selama 6 bulan waktu berjalan (bisa menaikkan hrga BBM)..... kan jelas bertentangan; yang satu bilang "tidak", yg satunya bilang "boleh"..
Banyak kalangan menganggap keputusan itu bertentangan dengan konstitusi. Pasal itu menabrak Pasal 33 UUD 1945 seperti ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Selain mengabaikan kedaulatan rakyat, dalam menetapkan APBN juga mengabaikan asas kepastian hukum dan keadilan. Kepastian yang dimaksud adalah, pemerintah diberi kewenangan menyesuaikan harga BBM bersubsidi dengan kebijakan pendukungnya, seperti fluktuasi harga ICP. Ini seperti menyerahkan harga BBM kepada mekanisme pasar, ini berarti kedaulatan negara akan berkurang.
Selain menabrak dengan isi Pasal 33 UUD 1945 lainnya, Pasal ini juga tak sejalan dengan Pasal 28D Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 serta Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang mengatur bahwa setiap ketentuan perundang-undangan harus memiliki asas yang jelas dan pasti.
Jika benar, pemerintah kalah dalam Uji Formil dan Materiil dapat dipastikan membatalkan ini. Yang dibatalkan hanya yang terkait dengan ini pengurangan subsidi BBM atau berpengaruh terhadap seluruh kebijakan UU APBN Perubahan 2012 yang berarti berlaku APBN Perubahan Tahun 2011

Problem Utama
Problem utama sejatinya bukan masalah BBM. Rakyat sekarang tidak bodoh lagi. Rakyat tahu bahwa harga BBM dunia naik dan itu perlu penyesuaian. Siapa pun presidennya selalu dihadapkan pada persoalan BBM naik atau penyesuaian harga. Tetapi jika argumentasi yang dibangun hiperbolik...ABPN akan jebol dan berdarah-darah jika BBM tidak dinaikkan, toh ternyata tidak terbukti.
Tanpa dinaikkan, pemerintahan bisa berjalan sebagaimana biasanya. Hanya saja barangkali argmen yang dibangun cukuplah bahwa target-target pemerintah tidak akan terpenuhi jika BBM dinaikkan itu justru bisa diterima akal sehat rakyat. Yang lebih parah sejatinya adalah trust masyarakat yang rendah terhadap pemerintah. Rakyat kadung mempersepsikan pemerintah sebagai pihak yang selalu Bohong...sebagaimana plesetan SBY yang “Suka Bohong Ya...” Belum lagi kasus-kasus yang menjerat partai pemerintah mulai dari Century, Wisma Atlet, Hambalang, dan sebagainya yang langsung ataupun tidak mempersepsikan pemerintah sebagai pihak yang tidak layak untuk dipercaya.
Menaikkan BBM adalah keniscayaan, tapi menaikkan BBM di saat rakyat tidak percaya kepada pemerintah ibarat menelan buah simalakama. Wallahu’alam.


Semarang, 2 April 2012
Aji Sofanudin, MSi
Peneliti pada Lembaga Kajian Masalah Umat dan Sosial (LAKMUS) Semarang. Alumnus Program Magister Studi Islam Pascasarjana UII Yogyakarta 

0 Response to "BBM dan Public Trust"

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme | Blogger Templates | Best Credit Cards