Kinerja Guru Agama


Ringkasan
KINERJA GURU AGAMA MADRASAH ALIYAH PASCADIKLAT FUNGSIONAL DI BALAI DIKLAT KEAGAMAAN DENPASAR
(Studi Evaluasi Kinerja Guru Agama Madrasah Aliyah Pascadiklat Fungsional
di Lombok Tengah NTB)

Oleh: Aji Sofanudin

A.    PENDAHULUAN

Kementerian Agama (Kemenag) merupakan salah satu komponen penggerak pembangunan nasional yang dituntut untuk terus meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Bersama komponen lainnya Kemenag diharapkan mampu menjadi daya dukung bagi tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas dan handal.

Upaya konkret dan strategis telah dilakukan oleh Kemenag dalam rangka meningkatkan kualitas aparaturnya. Salah satunya dengan memantapkan lembaga diklat melalui penetapan fungsionalisasi penyelenggara diklat kepada Pusdiklat Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama. Regulasi yang mengatur Pusdiklat berdasarkan pada KMA Nomor 1 Tahun 2001 yang telah disempurnakan dengan PMA Nomor 3 Tahun 2006 dan Balai Diklat sebagai Unit Pelaksana Teknis kediklatan sesuai KMA No. 345 Tahun 2004.

Upaya peningkatan SDM, terutama guru di dunia pendidikan merupakan hal yang tidak dapat diabaikan. Pada Kementerian Agama, upaya perbaikan dan peningkatan kualitas sistem penyelenggaraan dan hasil pendidikan guru dilakukan oleh dua Pusdiklat dan dua belas Balai Diklat Keagamaan yang tersebar di berbagai propinsi di Indonesia.

Pusdiklat dan balai diklat telah mengembangkan program pendidikan dan latihan guru yang lebih akomodatif, inovatif, dan berwawasan kompetensi untuk memenuhi kebutuhan pendidikan yang berkualitas.

Kebutuhan pendidikan yang berkualitas memerlukan suatu sistem diklat yang dinamis. Sistem diklat yang dinamis senantiasa membutuhkan data dan informasi yang menggambarkan secara nyata dan objektif untuk dijadikan acuan dalam peningkatan mutu lulusan diklat, yaitu guru yang memiliki kompetensi dalam pengelolaan pembelajaran, pengembangan potensi, dan penguasaan akademik.
Data dan informasi dapat diperoleh melalui identifikasi dan evaluasi segenap komponen diklat. Identifikasi dan evaluasi diklat dilakukan untuk mengantisipasi implikasi negatif terhadap kualitas pembelajaran di madrasah yang berpengaruh kepada pencapaian kompetensi siswa. Dengan demikian, dapat diperoleh suatu sistem jaminan dan pengendalian mutu penyelenggaraan diklat yang memenuhi prinsip relevansi, pemerataan, efisiensi, penguatan mutu, dan humanisasi.


B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, peneliti merumuskan beberapa masalah sebagai berikut.
1.      Bagaimanakah kinerja guru agama MA di Lombok Tengah Pascadiklat fungsional di Balai Diklat Keagamaan Denpasar?
2.      Bagaimanakah iklim akademis madrasah yang mempeng­aruhi kinerja guru agama MA setelah meng­ikuti diklat fungsional di Balai Diklat Keagamaan Denpasar?
  1. Bagaimanakah dampak kinerja guru agama MA setelah mengikuti diklat fungsional terhadap prestasi belajar siswa?
  2. Bagaimanakah dampak kinerja guru agama MA setelah mengikuti diklat fungsional terhadap kinerja guru yang lain?

C.    TEORI
Pendidikan dan pelatihan adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama hidup, dari lahir sampai dengan mati manusia secara sadar maupun tidak sadar selalu belajar.  Hal ini dilakukan untuk melakukan adaptasi terhadap berbagai perubahan hidup maupun berorganisasi. Untuk meningkatkan kualitas pekerjaan dalam borderless world dan semangat global competitors tersebut, organisasi menggunakan diklat sebagai sarana untuk meningkatkan ketrampilan, pengetahuan atau perubahan perilaku yang dipersyaratkan untuk mensikapi adanya perubahan.
Secara umum diklat adalah suatu proses terencana untuk mengubah pengetahuan, keterampilan atau perilaku untuk mencapai outcomes tertentu dan dapat diukur. Dalam KMA Nomor 01 Tahun 2003 Pasal 1 yang dimaksud dengan Diklat adalah penyelenggaraan proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kompetensi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Agama yang dilaksanakan sekurang-kurangnya 40 jam pelajaran dengan durasi tiap jam pelajaran adalah 45 menit. Definisi tersebut mengisyaratkan bahwa diklat merupakan proses sistemik dimana harus terdapat kejelasan titik awal dan akhirnya.  Diklat harus direncanakan dengan baik, dievaluasi penerimaan dan hasil belajar partisipan, dan juga evaluasi bagaimana hasil pembelajaran tersebut sesuai dengan tujuan organisasi.
Dalam PP 101 Tahun 2000 disebutkan bahwa Diklat bertujuan agar (1) Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi, (2) Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa, (3) Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat, (4) Menciptakan kesamaan visi, misi, dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik.
Diklat adalah sebuah sistem. Sistem adalah seperangkat komponen atau unsur-unsur atau sub sistem yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu, keberhasilan penyelenggaraan diklat dipengaruhi oleh berbagi macam faktor: peserta diklat, WI, panitia, saran prasarana, dan sebagainya.
Diklat sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kompetensi seseorang, seringkali diragukan manfaatnya baik bagi individu, manajemen maupun organisasi.  Salah satu penyebab keraguan manfaat diklat ini dikarenakan pengukuran manfaat pelatihan sering sekali tidak dijadikan bagian yang penting dalam sistem pelatihan bahkan sering organisasi tidak mengevaluasi outcomes diklat.
Evaluasi diklat diartikan sebagai pengukuran nilai dan manfaat program pelatihan dalam hubungan dengan tujuan dan sasaran yang telah dikembangkan.  Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam evaluasi kita membandingkan hasil sesudah pelatihan dengan standar yang telah ditetapkan berkaitan dengan suatu jenis pelatihan (standart ini dikembangkan sesuai kebutuhan organisasi dalam pengirimkan pelatihan). 
Seringkali kita terjebak dalam penetapan kesimpulan atau judgement yang ambigu dalam pelaksanaan evaluasi, kita sering membandingkan secara langsung antara kinerja sesudah pelatihan dengan sebelum pelatihan.  Hal ini tidak salah karena tujuan pelatihan adalah memperbaiki kinerja, namun kita juga harus menyadari kemungkinan adanya kompleksitas permasalahan yang menganggu kinerja. Tidak semua permasalahan yang berkaitan dengan kinerja dapat diselesaikan dengan satu jenis training.  Sehingga sering kali kita menyalahkan pelatihan karena tidak secara langsung menjawab semua kebutuhan organisasi, mampu mendongkrak secara penuh kinerja seseorang/unit organisasi.  Evaluasi dapat dilihat untuk mengukur kontribusi pelatihan tersebut dalam peningkatan kinerja organisasi, namun tidak selalu bahwa satu jenis pelatihan mampu menyelesaikan semua permasalahan (jika kita menghadapi permasalahan organisasi yang kompleks).  Sehingga dalam evaluasi kita perlu berhati-hati untuk memberikan judgement tentang manfaat pelatihan terhadap kinerja organisasi sesuai dengan program pelatihan.
Aspek lain yang penting dalam evaluasi bahwa penilaian ini tidak berhubungan dengan penilaian terhadap partisipan dalam program pelatihan, meskipun hasil dari penilaian individu diperhitungkan sebagai bagian dalam evaluasi.  Ada dua pertimbangan dalam evaluasi adalah efektivitas dan nilai/manfaat pelatihan.  Efektivitas berkaitan dengan apakah pelatihan mencapai apa yang menjadi tolok ukur yang harus dicapai (kompetensi), sedangkan nilai/manfaat digunakan untuk melihat apakah biaya dan sumber daya memiliki nilai bagi organisasi.
Evaluasi penting untuk dilakukan dengan beberapa alasan antara lain:
1.      Mengetahui outcomes diklat yang sudah dicapai.
2.      Mengetahui bahwa uang dan sumber daya yang sudah dialokasikan untuk diklat bermanfaat
3.      Mengetahui perubahan dalam perilaku dan manfaatnya bagi organisasi.
4.      Mengetahui apakah diklat berkontribusi pada penyelesaian permasalahan organisasi yang diidentifikasi dalam Training Need Analysis.
5.      Mengetahui perubahan dalam diklat yang harus dilakukan agar lebih berkualitas.
6.      Mengetahui diklat lanjutan ataupun tambahan yang harus dilakukan.

Adapun model alur pikir yang digunakan adalah sebagai berikut.




 














Evaluasi yang digunakan adalah evaluasi sesudah pembelajaran atau pascadiklat.

D.    METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat evaluatif dan dirancang menggunakan model CIPP (Context, Input, Process, dan Product) (Stufflebeam dalam Madaus 1983:117). Analisis evaluasi ini untuk memeriksa persesuaian antara tujuan diklat yang diinginkan dan kinerja guru yang dicapai (Daryanto,1999).




 
















Populasi penelitian ini guru pascadiklat fungsional, kepala sekolah, dan siswa yang dibimbing guru pascadiklat oleh Balai Diklat Keagamaan Denpasar dan lebih khusus lagi yang berada di kabupaten Lombok Tengah NTB.
Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data pada penelitian ini bervariasi sesuai dengan variabel yang diungkap. Instrumen penelitian yang digunakan antara lain penilaian kinerja guru, kuesioner, panduan observasi, panduan wawancara dan dokumentasi.
a.    Penilaian kinerja guru digunakan untuk menilai realisasi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
b.    Kuesioner untuk menggali data yang berkenaan dengan (1) iklim pendukung guru menindaklanjuti pascadiklat fungsional dalam rangka meningkatkan kinerja terutama dalam hal: (a) manajemen, program, dan regulasi madrasah, dan (b) komitmen kepala madrasah untuk melaksanakan regulasi madrasah; dan (2) dampak positif bagi peningkatan kinerja guru lain, yang meliputi: (a) penciptaan nuansa untuk mendukung kreativitas dan kemandirian guru, (b) keterbukaan dalam berbagi informasi akademik, dan (c) penjalinan komunikasi kerja dengan sesama guru.
c.    Panduan observasi untuk menggali data yang terkait dengan: (1) iklim pendukung guru menindaklanjuti pascadiklat fungsional dalam rangka meningkatkan kinerja terutama dalam hal: (a)  sarana pendukung (laboratorium, perpustakaan, ruang kelas, dan sarana pendukung lainnya), (b) fasilitas yang tersedia (buku pelajaran, media pembelajaran, dan lainnya), dan (2) kegiatan pembelajaran di kelas, aktivitas/interaksi guru dan siswa di kelas, sistematika penyajian materi, metode, dan media pembelajaran yang digunakan.
d.   Panduan wawancara untuk mendalami data yang diperoleh baik berkaitan dengan konteks, input, proses, dan produk yang melingkupi peningkatan kinerja guru MA pascadiklat fungsional.
e.    Dokumentasi untuk mencermati hal yang berkaitan dengan peningkatan kinerja siswa meliputi: (a) tingkat kelulusan dan nilai rata-rata UN siswa, (b) keterampilan yang dimiliki siswa, (c) hasil belajar siswa berkaitan dengan ulangan harian atau hasil semester, dan (d) prestasi nonakademik siswa.

E.     HASIL PENELITIAN
Berdasarkan data alumni diklat guru mapel fiqh, al-Qur’an hadits, aqidah akhlak, dan SKI Madrasah Aliyah di Balai Diklat Keagamaan Bali tahun 2009, 2010, dan 2011 pada Propinsi Bali, NTB, dan NTT diperoleh simpulan bahwa data alumni paling banyak berada di propinsi NTB. Sementara itu, di antara kab/kota di Propinsi NTB data alumni yang banyak berada di kab. Lombok Tengah, Mataram, Lombok Barat, dan Lombok Timur.
Oleh karena itu, lokasi yang dijadikan sasaran penelitian ini adalah pada kab/kota tersebut. Data jumlah alumni guru mapel fiqh, al-Qur’an hadits, aqidah akhlak, dan SKI Madrasah Aliyah pada kab/kota di NTB adalah sebagai berikut.

Tabel 1
Data Jumlah Alumni Diklat Bdk Bali
Guru Mapel Rumpun Agama Madrasah Aliyah NTB
Tahun 2009 s.d 2011

No
Kab/Kota
Jumlah Alumni
1
Mataram
11
2
Lombok Tengah
17
3
Lombok Barat
13
4
Lombok Timur
20
5
Bima
9
6
Dompu
5
7
Sumbawa
6
8
Sumbawa Barat
3
Sumber: Balai Diklat Keagamaan Denpasar

Sebenarnya di propinsi Bali dan NTT yang merupakan wilayah kerja Balai Diklat Keagamaan Bali juga terdapat alumni diklat guru mapel rumpun agama Madrasah Aliyah namun jumlahnya lebih sedikit.
Berdasarkan data di atas yang menjadi sasaran penelitian adalah 4 (empat) kab./kota yaitu Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Lombok Timur. Namun, dalam laporan penelitian ini khusus pengumpulan data yang dilakukan di Lombok Tengah NTB.
1.      Kinerja Guru agama MA setelah Mengikuti Diklat Fungsional
Pada bagian ini dipaparkan enam hal yang terkait dengan kinerja guru agama MA setelah mengikuti diklat fungsional. Keenam hal tersebut adalah (a) kumulasi kinerja guru agama MA setelah mengikuti diklat fungsional, (b) kinerja guru agama MA kompe­tensi pedagogik sete­­lah mengikuti diklat fungsional, (c) kinerja guru agama MA kompe­tensi kepribadian sete­­lah mengikuti diklat fungsional, (d) kinerja guru agama MA kompe­tensi sosial sete­­lah mengikuti diklat fungsional, (e) kinerja guru agama MA kompe­tensi profesional sete­­lah mengikuti diklat fungsional, dan (f) prestasi guru peserta diklat fungsional. Uraian keenam hal tersebut sebagai berikut.
a.       Kumulasi kinerja guru agama MA setelah mengikuti diklat fungsional
Berdasarkan hasil penelitian terhadap kinerja guru agama MA setelah mengikuti diklat fungsional diperoleh informasi sebagaimana pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2
 Kumulasi Kinerja Guru Agama MA setelah Meng­­ikuti
Diklat Fungsional

No
Nama Guru
Kompetensi (Penilaian Kinerja Guru)
Nilai
Kriteria
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Pedagogik
kepribadian
sosial
profesi
1.
R.01
4
4
4
4
3
4
3
4
4
3
4
3
4
2
89,29
baik
2.
R.02
2
3
4
3
3
4
3
4
4
3
4
2
4
3
82,14
baik
3.
R.03
4
4
4
4
3
3
3
4
4
4
4
2
4
2
87,50
baik
4.
R.04
4
3
4
3
3
4
3
4
3
3
4
4
4
3
87,50
baik
5.
R.05
3
3
4
4
3
3
3
4
4
3
4
4
4
3
87,50
baik
6.
R.06
3
3
4
3
3
4
3
4
4
3
4
2
3
3
82,14
baik
7.
R.07
4
4
4
4
4
4
3
4
3
4
4
4
4
3
94,64
amat baik
8.
R.08
3
2
3
3
2
3
2
2
2
3
2
2
4
3
64,29
cukup
9.
R.09
2
3
2
2
2
3
3
3
3
3
3
2
2
3
64,29
cukup
10.
R.10
3
3
3
3
2
2
2
4
4
3
4
1
2
1
66,07
cukup
Rerata
80,54
Baik

Berdasarkan data pada tabel 2 terpaparkan bahwa rerata penilaian kinerja guru setelah mengikuti diklat fungsional sebesar 80,54 berkategori baik, yang berada pada rentang nilai 76 s.d. 90. Dari 10 responden 1 responden berkategori amat baik, 6 responden berkategori baik, dan 3 responden yang lain berkategori cukup. satu responden, yaitu R.07 memiliki penilaian kinerja guru 94,64 kriteria amat baik.

b.      Kinerja guru agama MA kompe­tensi pedagogik sete­­lah mengikuti diklat fungsional
Kinerja Guru Agama MA kompe­tensi pedago­gik sete­­lah mengikuti diklat fungsional meliputi aspek: (1) menguasai karakteristik peserta didik, (2) menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, (3) pengembangan kurikulum, (4) kegiatan pembelajaran yang mendidik, (5) pengembangan potensi peserta didik, (6) komunikasi dengan peserta didik, dan (7) penilaian dan evaluasi.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap kinerja guru agama MA berkaitan dengan kompetensi pedagogik setelah mengikuti diklat fungsional diperoleh informasi sebagaima­na pada tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3
Kinerja Guru Agama MA Kompe­tensi Pedago­gik sete­­lah Mengikuti Diklat Fungsional

No
Nama Guru
Subkompetensi
Skor
Nilai
Kriteria
1
2
3
4
5
6
7
1.
R.01
4
4
4
4
3
4
3
26
92,86
Amat Baik
2.
R.02
2
3
4
3
3
4
3
22
78,57
Baik
3.
R.03
4
4
4
4
3
3
3
25
89,29
Baik
4.
R.04
4
3
4
3
3
4
3
24
85,71
Baik
5.
R.05
3
3
4
4
3
3
3
23
82,14
Baik
6.
R.06
3
3
4
3
3
4
3
23
82,14
Baik
7.
R.07
4
4
4
4
4
4
3
27
96,43
Amat Baik
8.
R.08
3
2
3
3
2
3
2
18
64,29
Cukup
9.
R.09
2
3
2
2
2
3
3
17
60,71
Sedang
10.
R.10
3
3
3
3
2
2
2
18
64,29
Cukup
Rerata
22,3

79,64
Baik

0 Response to "Kinerja Guru Agama"

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme | Blogger Templates | Best Credit Cards